
NPL atau Non-Performing Loan adalah istilah dalam industri perbankan yang merujuk pada pinjaman bermasalah. Artinya, debitur tidak mampu membayar pokok atau bunga sesuai jadwal yang sudah disepakati. Biasanya, pinjaman dikategorikan sebagai NPL jika keterlambatan pembayaran telah melewati 90 hari untuk kredit komersial atau 180 hari untuk kredit konsumen.
Kriteria dan Jenis NPL
Beberapa kriteria yang biasanya membuat pinjaman digolongkan sebagai NPL, antara lain:
- Kredit yang pembayaran pokok atau bunganya sudah lewat lebih dari 90 hari.
- Kredit yang sudah direstrukturisasi namun tetap gagal memenuhi kewajiban.
- Kredit yang meski belum jatuh tempo lama, tetapi menunjukkan risiko tinggi tidak terbayar.
Dalam praktik perbankan, ada klasifikasi kolektibilitas kredit dari yang kurang lancar, diragukan, hingga macet. Skala ini menjadi acuan dalam menilai tingkat risiko suatu pinjaman.
Baca juga: Mengenal Shooting Star Candle dan Strategi Trading Efektif
Cara Menghitung NPL
Perhitungan NPL sebenarnya cukup sederhana. Rumus yang digunakan adalah:
Rasio NPL = (Total Kredit Bermasalah ÷ Total Kredit yang Disalurkan) × 100%
Sebagai contoh, jika sebuah bank menyalurkan kredit sebesar Rp100 miliar dan terdapat Rp5 miliar kredit bermasalah, maka rasio NPL-nya adalah:
(5 miliar ÷ 100 miliar) × 100% = 5%
Rasio inilah yang kemudian dipantau oleh regulator. Di Indonesia, Bank Indonesia menetapkan ambang batas NPL gross yang sehat berada di bawah 5%. Angka di atas itu menandakan bank sedang menghadapi tekanan risiko kredit yang cukup serius.
Penyebab Terjadinya NPL
Ada beberapa faktor utama yang dapat memicu munculnya NPL, di antaranya:
1. Kondisi ekonomi makro. Resesi, inflasi, atau fluktuasi suku bunga yang tinggi bisa mengurangi kemampuan bayar debitur.
2. Kondisi debitur. Kehilangan pekerjaan, menurunnya kinerja usaha, atau pengelolaan keuangan pribadi yang buruk sering menjadi pemicu gagal bayar.
3. Proses pemberian kredit yang lemah. Analisis kredit yang kurang mendalam dapat menyebabkan pemberian pinjaman pada pihak yang sebenarnya berisiko tinggi.
4. Perubahan regulasi atau suku bunga. Kenaikan suku bunga menyebabkan beban bunga yang lebih besar sehingga debitur kesulitan melunasi cicilan.
5. Faktor eksternal tak terduga. Pandemi, bencana alam, atau perubahan drastis dalam industri bisa langsung mempengaruhi arus kas debitur.
Dampak dari NPL yang Tinggi
Tingginya rasio NPL membawa risiko besar bagi bank dan lembaga keuangan, seperti:
- Gangguan likuiditas: Dana yang macet membuat arus kas bank tersendat.
- Penurunan profitabilitas: Hilangnya pendapatan bunga dan meningkatnya biaya pencadangan kerugian kredit.
- Solvabilitas melemah: Modal bank terkikis jika terlalu banyak pinjaman macet.
- Citra dan reputasi terganggu: Stakeholder akan meragukan kredibilitas dan pengelolaan risiko bank.
- Pengurangan kredit baru: Bank lebih berhati-hati menyalurkan pinjaman, yang akhirnya bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Relevansi NPL dengan Dunia Kripto
Menariknya, konsep NPL tidak hanya berlaku di perbankan tradisional. Dalam ekosistem kripto, khususnya pada layanan crypto lending seperti Aave, Compound, atau platform pinjaman berbasis stablecoin, risiko serupa juga ada.
Bedanya, di dunia kripto pinjaman sering kali berbasis agunan digital. Jika nilai aset kripto turun drastis, agunan bisa menjadi tidak mencukupi, dan debitur gagal melunasi pinjaman. Kondisi ini mirip dengan NPL di bank, hanya saja proses penanganannya lebih otomatis melalui sistem likuidasi smart contract.
Kasus lain terlihat di beberapa protokol DeFi saat pasar kripto mengalami koreksi tajam. Lonjakan gagal bayar di platform pinjaman bisa mengguncang stabilitas ekosistem, sama seperti NPL tinggi dapat mengguncang bank.
Dengan demikian, baik di dunia tradisional maupun digital, prinsip dasarnya tetap sama: kegagalan pembayaran utang menimbulkan risiko sistemik yang harus dikelola.
Baca juga: Sekuritas Adalah Instrumen Investasi Penting di Pasar dan Kripto
Cara Mengurangi Risiko NPL (Tradisional dan Kripto)
Bank konvensional biasanya menekan risiko NPL lewat analisis kredit yang ketat, monitoring debitur, restrukturisasi pinjaman, hingga pemanfaatan agunan.
Di sisi lain, dunia kripto menggunakan mekanisme berbeda:
- Over-collateralization: Pinjaman hanya diberikan jika debitur menyetor agunan lebih besar dari jumlah pinjaman.
- Likuidasi otomatis: Jika nilai agunan turun melewati ambang tertentu, sistem smart contract langsung menjual aset untuk melindungi pemberi pinjaman.
- Stablecoin lending: Menggunakan aset stabil sebagai dasar pinjaman untuk mengurangi volatilitas pasar kripto.
Meski teknologinya berbeda, tujuannya sama: menjaga agar sistem tetap sehat dan mencegah risiko gagal bayar meluas.
Kesimpulan
NPL adalah salah satu indikator penting yang mencerminkan kesehatan sektor perbankan. Rasio NPL yang rendah menunjukkan manajemen risiko yang baik dan stabilitas keuangan yang sehat. Sebaliknya, NPL yang tinggi menjadi tanda bahaya karena dapat merusak profit, menurunkan kepercayaan publik, hingga mengganggu stabilitas sistem keuangan secara luas.
Ingin lebih mudah mengelola keuangan dan investasi? Download Mobee sekarang dan nikmati kontrol penuh atas aset serta strategi finansialmu!
